Entah darimana asalnya dan darimana awal mulanya, Indonesia punya kosakata baru nih, “Galau”. Galau itu sendiri bak sebuah virus yang dapat menyerang berbagai kalangan umat manusia, ngga peduli umur apalagi kedudukan ataupun kekayaan. Kenapa ‘galau’ bisa dibilang sebuh virus? Karena galau itu bisa menyerang pada saat sistem imunitas turun. Bahasan imunitas di sini bukan suatu hal yang berhubungan dengan kadar leukosit atau yang berbau fisiologi dalam tubuh tapi berhubungan dengan tingkat kelogisan dan kekuatan pikiran kita dalam memaknai suatu masalah. Ya, seperti halnya virus.
Banyak orang yang mengeluhkan dirinya dalam keadaan galau. Tentunya kegalauan satu orang dengan orang yang lain berbeda-beda. Sama halnya dengan virus-virus yang akan menyebabkan berbagai macam penyakit. Lalu apakah virus galau tersebut dapat dihindari? Bisa, asalkan selalu ada niat maka selalu ada cara pula. Memang penyebab galau berbeda-beda namun treatment yang dibutuhkan tidak akan jauh berbeda.
Begini konsepnya, kalau kita bayangkan galau adalah virus maka pasti ada cara bagaimana mencegah virus itu menjadi sebuah penyakit dalam tubuh kita. Begitu juga dengan virus galau, kita bisa mencegahnya dengan tidak memberikan ruang pada otak kita untuk menampungnya. Pikirkan dan lakukan sesuatu yang bermanfaat ketimbang melamun, diam, menerawang masa depan atau masa lalu, membayangkan, ataupun hal-hal dimana kita terdiam terpaku. Pada saat itu sistem imun pikiran kita berada pada level rendah sehingga virus galau dengan mudah memasuki pikiran kita. Buat tubuh kita bergerak, melakukan aktivitas yang lebih berguna dan melibatkan otak kita.
Konsep berikutnya adalah konsep persepsi. Semua berawal dari sebuah persepi. Bagaimana kita memandang sebuah masalah dan dari kaca mana kita melihat masalah tersebut. Galau bukanlah hal yang tidak penting sebenarnya. Karena seuatu hal walau pun tidak enak pasti memiliki hikmah. Seperti layaknya sakit. Sakit jelas tidak menyenangkan, tapi sakit bisa menjadi sebuah cerminan bagi kita. Jika kita memandang dari sisi yang positif, dari persepsi yang baik maka kita akan melihat sisi yang baik dari sakit. Pikiran kita akan terarah pada hal yang logis dan baik. Mungkin sakit adalah bentuk pembuktian bahwa pola hidup kita belum sehat, kurang berolahraga, kurang ini itu, benar- benar sebuah cerminan yang perlu diperbaiki dan digali treatmennya.
Maka galau juga sebuah cermin, karena galau adalah detector masalah dalam hidup kita. Maka kita harus siapkan persepsi yang baik untuk menyambutnya jika kita tidak menginginkan kegalauan itu bertahan lama dalam diri kita. Masalah pasti ada, jadi tergantung kita melihat dari sisi yang mana. Persepsi dan cermin itu akan mengarahkan pikiran kita untuk memandang penyebab kegalauan. Misalnya ya, kita galau karena cinta kita tidak disambut baik oleh si doi kalau kita mencerminkannya, pikiran kita akan bertanya kenapa? Apa ada yang salah denganku? Apa yang menyebabkan dia seperti itu? Itu tahap awalnya, tahap screening. Kemudian persepsi yang baik akan mengarahkan pikiran itu pada Sebenarnya tipe seperti apa yang dia suka? Apa aku bisa perbaiki sifatku? Apa dia ada masalah sehingga tidak bisa menerimaku? Pokoknya sesuatu hal yang positiflah. Bukan malah pikiran kita pendek dan selalu langsung memutuskan bahwa “Mungkin bukan aku yang menjadi pilihan hatinya” eh ternyata si doi sebenernya suka juga sama kita.
Nah, sekarang kalau galau itu sudah ada dalam benak kita dalam waktu yang lama, lalu apa yang harus dilakukan? Diusir, hehe.